5/12/14

PSIKOLOGI KOGNITIF





PSIKOLOGI KOGNITIF










OLEH :
KELOMPOK 3
1.     MADE MARTIN RUSMAJA         1329041146
2.     I PUTU INDRALOKA                    1329041150

KELAS A
SEMESTER I








PROGRAM PASCASARJANA ( S2 )
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
2014




PSIKOLOGI KOGNITIF

A.    Sejarah Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif adalah ilmu yang menyelidiki pola pikir  manusia, sesunguhnya psikologi kognitif meliputi segala hal yang kita lakukan.
Sejarah dari psikologi kognitif berawal pada saat Plato (428-348SM) dan muridnya Aristoteles (384-322SM) memperdebatkan mengenai cara manusia memahami pengetahuan maupun dunia serta alamnya. Plato berpendapat bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan cara menalar secara logis, aliran ini disebut sebagai rasionalis. Lain halnya dengan Aristotle yang menganut paham empiris dan mempercayai bahwa manusia memperoleh pengetahuannya melalui bukti-bukti empiris.
Perspektif empiris memandang bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sepanjang hidup. Sedagkan perspektif nativis menyatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada karakteristik genis dalam otak. Dengan kata lain, menurut pandangan nativis, manusia dilahirkan dengan pengetahuan yang sudah tersimpan dalam otaknya.
Perdebatan ini masih berlangsung seperti pertentangan Rasionalis dari Perancis, Rene Descartes (1596-1650), dan Empiris dari Inggris, John Locke (1632-1704), dengan tabularasa-nya. Seorang fisuf Jerman, Immanuel Kant, pada abad 18 berargumentasi bahwa baik rasionalisme maupun empirisme harus bersinergi dalam membuktikan pengetahuan. Perdebatan ini meletakkan landasan dan memengaruhi cara berpikir di bidang ilmu psikologi maupun cabang ilmu lainnya. Saat ini ilmu pengetahun mendasarkan paham empiris untuk pencarian data dan pengolahan dan analisis data menggunakan kerangka pikir rasionalis.
Wilhelm Wundt (1832-1920) seorang psikolog dari Jerman mengajukan ide untuk mempelajari pengalaman sensori melalui introspeksi. Dalam mempelajari proses perpindahan informasi atau berpikir, maka informasi tersebut harus dibagi dalam struktur berpikir yang lebih kecil. Aliran strukturisme Wundt berfokus pada proses berpikir, namun aliran fungsionalisme berpendapat bahwa bahwa penting bagi manusia untuk tahu apa dan mengapa mereka melakukan sesuatu. William James (1842-1910)seorang pragmatisme-fungsionalisme melontarkan gagasan mengenai atensi, kesadaran serta persepsi.
Setelah itu munculah aliran assosiasi (Edward Lee Thorndike, 1874-1949) yang mulai menggunakan stimulus dan diikuti dengan aliran behaviorisme yang memasangkan antara stimulus dan respon dalam proses belajar. Pendekatan behaviorisme radikal yang dibawakan oleh B.F. Skinner (1904-1990) menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia untuk belajar, perolehan bahasa bahkan penyelesaian masalah dapat dijelaskan dengan penguatan antara stimulus dan respon melalui hadiah dan hukuman.
Namun pendekatan behaviorisme belum dapat menjawab alasan perilaku manusia yang berbeda misalnya melakukan perencanaan, pilihan dan sebagainya. Edward Tolman (1886-1959) percaya bahwa semua tingkah laku ditujukan pada suatu tujuan. Menggunakan eksperimen dengan tikus yang mencari makanan dalam maze, percobaan ini membuktikan bahwa terdapat skema atau peta dalam kognisi tikus.
Hal ini membuktikan bahwa tingkah laku melibatkan proses kognisi. Oleh karena itu beberapa pihak mengakui Tolman sebagai Bapak Psikologi Kognitif Modern.
Selain Tolman, Albert Bandura (1925- ) juga mengkritik behaviorisme dengan menyatakan bahwa belajar pun dapat diperoleh melalui lingkungan sosial dari individu. Dalam perolehan bahasa, Noam Chomsky (1928- ) -seorang linguis- juga mengkritik behaviorisme dengan menyatakan bahwa otak manusia dibekali dengan kemampuan untuk mengenali dan memproduksi bahasa.

            Perbedaan Psikologi Kognitif dengan aliran yang lain :
1.      Behavioristik, menekankan perilaku yang diamati.
2.      Psikoanalistik, menekannya yang tidak disadari atau alam bawah sadar.
3.      Humanistik, menekankan pertumbuhan pribadi dan hubungan antar pribadi ( hubungan dengan orang lain dan sosial).    

B.     Definisi Psikologi Kognitif
Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum yang mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental atau psikis yang berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk melalui penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.
            Cabang ilmu psikologi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, yang memiliki hubungan erat dengan psikologi belajar, psikologi pendidikan dan psikologi pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak hanya menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar, tetapi juga membantu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali terjadi kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
            Kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif, konatif sampai pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan dengan yang lain dan dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang lainnya. Oleh karena itu, psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang khas kornitif, tetapi juga meninjau aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan (afektif) dan keputusan kehendak (konatif). Siswa disekolah berperasaan sambil belajar dan berkehendak serta bermotivasi sambil belajar, dapat diselidiki dengan cara bagaimana berfikir dalam berbagai wujudnya ikut megnambil bagian dalam berperasaan dan berkehendak. Namun, dalam bagian ini tekanan diberikan pada analisis tentang cara berfikir itu sendiri karena perilaku internal inilah yang paling mendasar dalam belajar di sekolah.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula cara-cara mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Salah satu perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi Bloom“ tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (dalam wowo 1999) merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu: proses kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat kategori, yaitu Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi proses kognitif terdiri dari  Mengingat, Pemahaman, Penerapan, Analisis, Evaluasi dan Membuat. Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif diasumsikan sebagai kompleksitas dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya lebih kompleks lagi daripada mengingat, penerapan dipercaya lebih kompleks lagi daripada pemahaman, dan seterusnya.

C.    Tahap Perkembangan Psikologi Kognitif
Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980) dalam buku Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, oleh John W. Santrok pada tahun 2002, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
Tahap
Usia/Tahun
Gambaran


Sensori-motor


0 – 2
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik

Pra Operasional

2 – 7
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.

Kongrit Operasional

7 – 11
Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.

Formal operational

11 – Dewasa
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, mengemukakan 4 (empat) tahapan perkembangan kognitif individu, yaitu:
1. Tahap Sensori-Motor (0-2)
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.


3. Tahap konkret-operasional (7-11)
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
4. Tahap formal-operasional (11-dewasa)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam. Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
D.    Aliran – aliran Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif memiliki tempat tersendiri dalam beberapa mazhab psikologi yang sampai hari ini terus mengalami perkembangan pesat.
Beberapa aliran yang terkait pada psikologi kognitif menurut Zuhairini, sebagai berikut :
a.      Aliran Progresivisme
Aliran ini mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan agar manusia bisa bertahan dalam menghadapi semua tantangan hidup.
Aliran ini dinamakan Instrumentalisme,  Eksperimentalisme  dan  Environmentalisme karena ketiganya berkaitan satu sama yang lainnya. Sifat-sifat umum lainnya ini dikelompokkan menjadi dua keyakinan yakni:
1.      Sifat-sifat positif.
2.      Sifat-sifat negatif.
Pandangan filosofisnya berakal dari pragmatisme William James  dan John Dewey.
b.      Aliran Esensialisme
Aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada ketertarikan dengan doktrin tertentu, aliran memandang bahwa “ pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Beberapa tokoh aliran ini adalah: De iderius Erasmus, Jokana Amos Comenius, John locke, Johann henrich pestalozzi, Johane Friederich Frobel, Johann Friederich Herert dan william T. Harris.
c.       Aliran Perennialisme 
Aliran berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang lebih jelas merupakan tugas yang utama dari kehidupan.
Pengaruh tokoh aliran ini adalah Plato dan Thomas Aquinus.
d.      Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini tidak jauh beda dengan aliran Perennialisme.
e.       Aliran Eksisttensialisme
Tokoh aliran ini adalah Martin Heidegger, J.P. Sartre dan Gabriel Marcel. Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak dan tidak logis. Dengan demikian, aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman dan situasi sejarah yang ia alami dan tidak mau terikat dengan hal-hal yang abstrak. Baginya segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.


E.     Asumsi Psikologi Kognitif

1.      Proses Kognitif lebih bersifat aktif daripada pasif.
Psikologi kognitif mendasarkan pandangannya pada kenyataan bahwa ma-nusia adalah aktif/tidak pasif. Artinya, manusia selalu berupaya mencari in-formasi, memperoleh pengetahuan, dan mengikuti perkembangan pengeta-huan baru. Pandangan ini berbeda dengan behavioristik yang memandang manusia itu pasif (merespon hanya jika ada stimulus)

2.      Proses Kognitif terjadi secara sangat efisien dan akurat.
Dalam perkembangan berbahasa seseorang manusia, dari sekedar kata-kata tak berarti sampai dapat mengucapkan kalimat panjang dengan bahasa yang beraneka macam, sebenarnya dilandasi dengan kemampuan kognitif manu-sia untuk mengenal kata-kata baru, struktur bahasa yang kompleks dan me-nyimpannya banyak informasi yang terkait dalam memori. Oleh karena itu manusia mampu memanfaatkan kemampuannya tersebut secara efisien (se-jauh diperlukan) dan akurat (sesuai dengan kapasitas yang memang dibu-tuhkan). Kalau terjadi kesalahan dalam pemanfaatan informasi yang ter-simpan, maka ini terjadi karena ketidaktepatan penggunaan strategi dalam mengenal dan menyimpan informasi ke dalam kognitifnya.

3.      Proses Kognitif cenderung lebih baik apabila berkaitan dengan infor-masi yang positif dari pada informasi yang negatif.
Artinya individu akan lebih mudah memahami bentuk kalimat pernyataan yang positif dari pada kalimat yang negatif.
Misal  :  a. “Amin adalah anak yang jujur” lebih mudah dipahami dari pada  “Amin bukan anak yang tidak jujur”
b.“Mahatir merupakan perdana menteri yang tangguh” lebih mu-dah dipahami dari pada “Mahatir bukan merupakan perdana menteri yang tidak tangguh”.

Kebanyakan orang yang cenderung lebih akurat dalam mengingat informasi positif dari pada informasi negatif. Artinya, dalam membentuk konsep, ki-nerja pikiran lebih baik dalam memilih contoh-contoh konsep yang positif daripada contoh konsep yang negatif. Termasuk dalam tugas penalaran, le-bih mudah bila berhubungan dengan informasi positif dari pada negatif.
Contoh :a. “Kera, kerbau,sapi, kangguru, adalah mamalia” merupakan kon-sep yang lebih mudah diingat dari pada konsep ‘Kupu-kupu, ikan, siput bukan contoh binatang mamalia”
b.Pernyataan : “Individu yang puas terhadap pekerjaannya akan memiliki motivasi kerja lebih baik daripada mereka yang tidak puas” lebih mudah dinalar dari pada pernyataan : “Seseorang ti-dak akan memiliki motivasi kerja lebih baik  kecuali ia merasa puas dengan pekerjaannya daripada orang lain”

4.      Umumnya Proses Kognitif tidak dapat diamati secara langsung.
Kita tidak dapat melihat apa yang terjadi dalam pikiran seseorang yang se-dang menghafal, membuat keputusan/memecahkan masalah. Sehingga agak sulit untuk menerangkan proses kognitif secara langsung. Untuk itu sering digunakan 2 atau 3 teori dalam menerangkan serta menggunakan cara men-terjemahkan proses kognitif tersebut kedalam respon-respon tertentu yang dapat diamati dan diukur.

5.      Proses Kognitif saling berkaitan antara unit satu dengan yang lain, dan tidak bisa bekerja secara terpisah.
Persepsi, sebagai salah satu yang melibatkan proses kognitif, bukanlah se-mata-mata pemrosesan stimulus dari luar (bottom-up processing), tapi yang melibatkan pengolahan pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan (top-down processing)

Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Jean Piaget, antara lain:
1. Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi symbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
·     2. Belajar lewat interaksi social
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari JL. Mursell.
·     3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.

1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.    Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara